Sabtu, 04 Mei 2013

REVIEW JURNAL 6 : " IMPLEMENTASI PERLUASAN ISTILAH TENDER DALAM PASAL 22 UU NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT"

OLEH : DR. ANA MARIA TRI ANGGRAINI, S.H., M.H.

C. DASAR HUKUM PENETUAN PERLUASAN ISTILAH TENDER

Cakupan pengertian tender dalam Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa. Dalam perkara Indomobil, objek yang ditenderkan adalah saham dan convertibles bonds, dimana hal itu bukan termasuk dalam pengertian tender, karena saham bukan merupakan barang dan atau jasa. Adapun dalam perkara VLCC objek yang ditenderkan adalah divestasi/pejualan dua kapal VLCC milik pertamina. Sementara itu, objek yang ditenderkan dalam perkara Prabumulih adalah pembangunan Mall di Kota Prabumulih. Keseluruhan penjualan dan atau pemelian objek di atas, dengan cara tender dan/atau pelelangan umum.
Dalam Pedoman Pasal 22, KPPU menggunakan frasa ‘Persekongkolan dalam tender’ bukan ‘persekongkolan tender’. Pencantuman kata ‘dalam’ tersebut memberikan penekanan bahwa KPPU bermaksud menegaskan persekongkolan yang dinilai melanggar Pasal 22 adalah persekongkolan yang terjadi di dalam proses tender. Maksud digunakannya istilah ‘ Persekongkolan dalam tender’ dapat diketahui dari pernyataan dalam Pedoman Pasal 22 berikut:
“ Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain usaha produksi dan usaha distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (tender collusive) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut… Perseongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan prroses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender.”
Terdapat tiga terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan penyediaan, artinya dalam tender suatu pekerjaan meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Dalam kamus hukum, tender adalah memborong pekerjaan / menyuruh pihak lain mengerjakan atau memborong pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan, sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan. Berdasarkan Keppres 80/2003, ada 4 metode pengadaan barang dan jasa yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Sedangkan pengadaan jasa konsultansi, dilakukan dengan metode seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi langsung, dan penunjukan langsung.
Berdasarkan hal di atas, KPPU telah memperluas kata ‘tender ‘ dengan menyamakannya dengan pengertian lelang. Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang / jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik. Pengertian ini kemudian dijadikan bentuk operasional pelaksanaan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang ada di lapangan, di mana tender mencakup tawaran mengajukan harga untuk :
·         Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan
·         Mengadakan barang dan atau jasa
·         Membeli suatu barang dan atau jasa
·         Menjual suatu barang dan atau jasa
KPPU menetapkan bahwa cakupan dasar penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 addalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui tender terbuka, tender terbatas, pelelangan umum, dan pelelangan terbatas, serta pemilihan langsung dan penunjukan langsung. KPPU berpendapat bahwa tender merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok tender, yaitu memperoleh penawaran harga terendah atas barang dan jasa dengan kualitas terbaik dalam kegiatan tender pembelian dan atau memperoleh harga tertinggi dalam tender penjualan.

D. PENUTUP

Istilah tender dalam implementasinya mengalami perkembangan tidak hanya mencakup pengertian tender yang terdapat dala Pasal 22 UU No. 5 / 1999. Tender tidak hanya diartikan sebagai tawaran mengajukan harga  untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Hal ini tergantung dalam Pedoman Pasal 22 UU No. 5 / 1999, di mana istilah tender  disamakan dengan pengertian lelang. Berdasarkan contoh-contoh kasus yang dianalisis persekongkolan tender tidak hanya   terlihat secara fisik, melainkan juga meliputi penjualan saham, penjualan kapal, dan pemilihan investor untuk membangun suatu properti. Keppres No. 80/2003 telah mengatur prinsip dasar dalam pengadaan barang / jasa.
Sejalan dengan hal tersebut, KPPU telah menetapkan beberapa prinsip dasar dalam pelasanaan tender, meliputi transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negoisasi yang adil, akuntabilitas, proses penilaian, serta non-diskriminatif. Adanya penyimpangan terhadap prinsip-prinsip tersebut merupakan indikasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sesuai dengan Pasal 25 huruf b dan pasal 36 UU No. 5 /1999, merupakan jurisdiksi KPPU untuk menilai, membuktikan dan memutuskan ada tidaknya persekongkolan dalam suatu tender. Sebagai pelaksanaan ddari UU No. 5/ 1999 dan berdasrakan Pasal 35 huruf f UU tersebut, tugas KPPU adalah menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5 / 1999. Pedoman tersebut mengatur tentang peruasan istilah tender yang tidak hanya mencakup tender dalam Penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, melainkan juga meliputi tawaran harga untuk Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, Mengadakan barang dan atau jasa, Membeli suatu barang dan atau jasa, serta Menjual suatu barang dan atau jasa.

DAFTAR PUSTAKA

KPK Serahkan Kasus VLCC ke Kejagung”, Media Indonesia, 16 Juni 2007.
Aji, MQ Wisnu. Mencermati Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah : http://www.iman-nugraha.net/?p=126, 9 Juni 2008.
Anggraini, A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Anggraini, A. M. Tri. “Penegakan Hukum dan Sanksi dalam Persekongkolan Penawaran
Tender”, Jurnal Legalisasi, vol. 3 No.4, Desember, 2006.
Anggraini, A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Goldman Sachs: Pengambil Keputusan Ada di Pertamina : http://www.hukumonline.com/
detail.asp?id=12517&cl=berita. Diakses 14 Desember 2008.
Indonesia,
Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bagian “Menimbang”.
KPPU, Guideline Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender: http://www.kppu.
go.id/docs/guidline/pedoman_guidline_tender2312004.pdf, 10 November 2008. Dalam kamus lain, tender juga diartikan sebagai (1) Sebuah penawaran resmi untuk memasok atau membeli barang atau jasa. (2) Di Inggris, istilah ini digunakan untuk menyebutkan isu Treasury Bill mingguan: http://.forex.co.id/
Kamus/ketajaman-tender.htm. 10 November 2008.
KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender Berdasarkan
UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Jakarta: Cetakan ke-IV, 2007).
KPPU, Pedoman Pasal 22.
Krisanto, Yakub Adi. “Analisis Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU tentang Persekongkolan Tender”, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 24 Nomor II, 2005.
Krisanto, Yakub Adi. “Persekongkolan Tender & Korupsi dalam Kasus Divestasi VLCC
Pertamina”,
Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4, 2007, hal. 66.106
Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Krisanto, Yakub Adi. Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU tentang Persekongkolan Tender.
Krisanto, Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU dalam Mengembangkan Penafsiran
Hukum Persekongkolan Tender (Analisis Putusan KPPU terhadap Pasal 22 UU
No. 5 Tahun 1999 Pasca Tahun 2006), Jurnal Hukum Bisnis (Volume 27 – No.
3, 2008), hal. 66.
Krisanto, Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU.
Kriteria pelaksanaan tender pada dasarnya adalah harga penawaran tertinggi, dengan
disertai tiga kriteria lainnya, yaitu Acceptable Share Purchase Agreement, Proof
of Financing, dan Statement of Non-Affiliated With Salim.
Nurmadjito, Pakta Intergritas, Legal Review 28/TH III, Januari 2005. hal. 35. Lihat pula
“Keuangan Daerah: Pengadaan Barang Jasa Bisa jadi Sumber Korupsi”,
Kompas, 25 Februari 2006, hal. 27.
Putusan KPPU No. 07/KPPI-L/2002, Bagian Duduk Perkara.
Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-I/2002 tentang Tender Penjualan Saham PT IMSI.
Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2004 tentang Tender Penjualan Kapal VLCC PT
Pertamina.
Putusan KPPU Nomor: 15/KPPU-L/2007.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M. Tri Anggraini,
Op. Cit., hal. 19-20.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M.Tri Anggraini.
Ridwan Khairandy, “Analisis Putusan KPPU dan Pengadilan Negeri dalam Persekongkolan
Tender PT. Indomobil”,
Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 24 Tahun 2005).
Supaini, Elly. Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Kesehatan dan Kedokteran di RSUD
Kota Bekasi dan BRSD Cibinong Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi
Terhadap Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2005 dan Putusan KPPU No. 13/
KPPU-L/2005), Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Krisnadwipayana, Jakarta, 2008, hal. 42–43.
Tobing, Nelson B.L. Analisis Yuridis Persekongkolan Dalam Tender Penjualan 2 (Dua) Unit
Kapal Tanker (VLCC) Milik PT Pertamina (Persero): Studi Terhadap Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2004, Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 141.
Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.Jurnal Persaingan Usaha107 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi Universitas Indonesia, 2000).
Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,Loc.Cit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar