Sabtu, 04 Mei 2013

REVIEW JURNAL 5 : " IMPLEMENTASI PERLUASAN ISTILAH TENDER DALAM PASAL 22 UU NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT



OLEH : DR. ANA MARIA TRI ANGGRAINI, S.H., M.H.

2.   Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2004 tentang Divestasi Dua Unit Tanker Very Large Crude Carrier PT. Pertamina

Perkara kasus penjualan dua unit tanker VLCC Nomor Hull 1540 dan 1541 milik PT Pertamina (selanjutnya divestasi VLCC) pada awalnya dilakukan oleh KPK sejak tahun 2004 karena adanya dugaan korupsi. Namun sebelum KPK menyelesaikan penyelidikannya, KPPu telah memutus bersalah adanya praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu dan persekongkolan tender oleh para pihak yang terlibat dalam divestasi VLCC.
KPPU melakukan pemeriksaan terhadap divestasi VLCC berdasarkan laporan ke KPPU tanggal 29 Juni dan 9 Juli 2004, terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dalam proses tender divestasi VLCC yang dilakukan oleh PT Pertamina (Terlapor I), Goldman Sachs (Terlapor II), Frontline, Ltd (Terlapor III), PT Corfina Equinox (Terlapor  IV), dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox (Terlapor V). indikasi yang dilaporkan adalah : Pertama, penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger tidak dilakukan melalui proses terbuka. Kedua, tidak ada urgensi yang dapat membenarkan penunjukan langsung Goldman Sachs. Ketiga, proses penentuan pemenang divestasi VLCC ditetapkan melalui penilaian yang tidak jelas dan tidak konsisten.
Penunjukan konsultan (financial advisor dab arranger) divestasi VLCC menjadi embrio persekongkolan tender. Pada saat Goldman Sachs ditunjuk sebagai financial advisor dan arranger, Pertamina telah mempunyai konsultan untuk divestasi  VLCC yaitu PT Bahana Securities. Pada 23 Maret 2004, Japan Marines memenangkan tender sebagai konsultan studi kelayakan. Namun pada 10 Mei 2004, PT Bahana Securities diberhentikan dari tugasnya. Pemberhentian tersebut diduga berkaitan dengan penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger pada 23 April 2004.
Penunjukan Goldman Sachs tersebut tidak melalui tender karena adanya alas an mendesak. Definisi “keadaan mendesak” menurut Bab IV huruf A angka 3 huruf C angka 10 SK 077 adalah pekerjaan yang sifatnya mendadak ( di luar rencana ) yang apabila tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kerugian lebih besar. Pada April 2004, berdasarkan rekomendasi yang diberikan Goldman Sachs, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus dua unit VLCC dan membentuk Tim Divestasi. Goldman Sachs kemudian mengundang 43 potential bidder. Pembukaan bid pertama dilakukan di kantor Goldman Sachs (Singapura) pada 25 Mei 2004 dengan dihadiri seluruh peserta, Pertamina, ketua dan beberapa anggota Tim Divestasi Pertamina, serta notaris. Setelah penawaran pertama, dilakukan enhancement bid dengan batas waktu paling lambat 7 Juni 2004 pukul 13.00 waktu Singapura. Pembukaan enhancement bid dilakukan pada waktu tersebut tanpa dihadiri oleh Tim Divestasi Pertamina. Harga penawaran dari shortlisted bidder adalah Essar US$ 183,5 juta, Frontline US$ 178 juta, dan OSG US$ 170 juta. Dan setelah melalui beberapa proses, Pertamina tetap memutuskan Frontline sebagai pemenang tender Divestasi VLCC.
Perkara tersebut oleh KPPU dianggap merupakan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender. Jika ditinjau secara sempit maka tender divestasi VLCC tiddak termasuk dalam cakupan pengertian tender, karena hal tersebut merupakan kegiatan penjualan barang dan buka keegiatan tender pengadaan barang dan jasa. Tender divestasi VLCC juga tidak termasuk dalam Keppres No 80/2003, karena pelaksanaannya tidak menggunakan biaya APBN/APBD. Penafsiran luas istilah tender bahwa divestasi VLCC termasuk dalam kategori tender, dimana Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 memberikan batasan luas tentang istilah tender.

3.       Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2007 tentang Lelang Pembangunan Mall di Kota Prabumulih Tahun 2006

Perkara bermula dari adanya lelang pembangunan Mall di Kota Prabumulih tahun 2006, yang melibatkan PT  Makmur (Terlapor I), PT Sungai Musi Perdana (Terlapor II), PT Putra Prabu (Terlapor III), PT Makasar Putra Perkasa (Terlapor IV), PT Alexindo Sekawan (Terlapor V), PT Lematang Sentana (Terlapor VI), dan Ketua Panitia Lelang Barang/Jasa Pembangunan Mall  Kota Prabumulih (Terlapor VII). KPPU kemudian melakukan pemeriksaan, dimana berdasarkan pemeriksaan tersebut  ditemukan bahwa sebelum diaadakannya pelelangan, Terlapor I deengan pemiliknya Ferry Soelisthio merupakan satu-satunya pserta lelang yang melakukan pemaparan/presentasi kepada Plt. Walikota terkait dengan rencananya untuk pembanguna Mall. Berdasarkan saran dari Terlapor VII yang mengacu pada ketentan PP No. 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Terlapor I diminta untuk mencari perusahaan lainnya sebagai peserta pendamping agar jumlah peserta yang mendaftar dapa memenuhi persyaratan yang sah, yaitu minimal 5 perusahaan yang mendaftar. Untuk keperluan tersebut, Terlapor I kemudian memasukkan ketiga perusahaannya, yaitu Terlapor II, Terlapo III, dan Terlapor IV. Selain ketiga perusahaannya, Terlapor I juga memasukkan Terlapor V dan Terlapor VI untuk menjadi peserta lelang. Ferry Soelisthio juga sudah menjual rencana kios-kios kepada para pedagang dari Prabumulih maupun dari Palembang atas nama rekening Terlapor III. Tindakan ini merupakan tindakan yang memastikan bahwa salah satu perusahaan milik Ferry Soelisthio adalah pemenang dalam tender tersebut. Dalam pemeriksaan, ditemukan juga bahwa Ferry Soelisthio meminta Freddy Effendy untuk mewakili Alex suherman ( Direktur PT. Alexindo Sekawan ) dan Andy mewakili Jusuf Chandra ( Direktur dan Pemilik PT. Lematang Sentana ) yang berperan sebagai pendamping PT. Prabu Makmur. Jusuf Chandra mengaku tidak pernah mengikuti lelang. Semua dokumen penawaran PT. Lematang Sentana sebagian ada yang dipalsukan, dan Alex Suherman juga pernah meminjam dokumen perusahaan tersebut berisi company profile, SBU, SIUP, dan dokumen lainnya.
Pada 21 November 2006, setelah dilakukan evaluasi dokumen terhadap enam peserta lelang, terdapat 6 peserta yang dinyatakan tidak lolos evaluasi administrasi, yaitu PT TRP, PT Alexindo Sekawan, PT MPP, dan PT Lematang Sentana. Pada 30 November 2006, panitia mengumumkan PT. Prabu makmur sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan Mall Kota Prabumulih. Panitia kemudian melakukan lelang untuk memilih investor guna pembangunan Pasar Modern Prabumulih. Dalam hal ini, Pemda akan menyerahkan tanahnya kepada investor untuk didirikan mall diatasnya, dan pihak investor mendapatkan hak untuk menyewa unit-unit mall tersebut, sementara Pemda akan menerima kontribusi setiap tahunnya selama 25 tahun. Tender ditujukan kepada investor untuk mengajukan penawaran harga dalam rangka pembanguna mall, yaitu untuk membangun mall dan mengoperasikannya dalam kurun waktu tertentu dengan memberikan kontribusi kepada Pemda selama kurun waktu tersebut. Tender dibuktikan dengan adanya pengumuman lelang pembangunan mall oleh Panitia, dan adanya penawaran dari 7 perusahaan yang mendaftar dan mengambil dokumen penawaran serta memasukkan dokumen penawaran yaitu PT MPP, PT SMP, PT PM, PT TRP, PT LS, PT AS, dan PT PP.
Pasal 7 ayat (1) Keppres No. 80/2003 telah menetapkan secara limitative ruang lingkup berlakunya keppres ini, antara lain adalah untuk pengadaan barang / jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibeankan kepada APBN/APBD. Mengacu pada hal tersebut, maka tender pembangunan mall di Kota Prabumulih harus sesuai dengan ketentuan keppres tersebut. Dalam Keppres No. 80/2003 disebutkan bahwa system pengadaan barang/jasa dapat dilakukan dengan metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Dalam Pedoman Pasal 22, selain metode-metode tersebut, tender juga dapat dilakukan melalui tender terbuka ddan tender terbatas.
Dalam pelaksanaan tender Mall Prabumulih, terdapat perlakuan diskriminatif oleh Panitia, yaitu dengan menyatakan tidak sah surat penawaran PT Putra Prabu karena adanya perbedaan nilai penawaran dalam angka dan huruf, padahal surat penawaran PT TRP yang juga terdapat perbedaan nilai penawaran, namun tidak digugurkan. Selain itu, tidak ada ketentuan dalam RKS yang menyatakan bahwa dalam pembukaan dokumen sudah dapat menggugurkan peserta, Panitia mengugurkan PT Putra Prabu karena hanya berdasarkan kebiasaan. Tindakan Panitia yang menggugrkan PT Putra Prabu menyebabkan terjadinya potensi kerugian pendapatan Pemerintah Kota Prabumulih sebesar 87,5 Milyar Rupiah yang berasal dari selisih kontribusi PT Putra Prabu dengan PT Prabu Makmur selama 25 tahun.
Tujuan Tender adalah untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan. Harga yang paling menguntungkan ini termasuk harga terendah atau harga tertinggi. Tender dalam perkara Prabumulih masuk dalam kedua harga tersebut, dimana penawaran yang paling menguntungkan ( harga terbaik ) dalam memeborong suatu pekerjaan adalah penawwaran terendah yang ditawarkan peserta tender, dan harga yang paling menguntungkan dalam mkontribusi yang dapat diberikan adalah penawaran tertinggi. Harga terbaik diperoleh apabila ada persaingan dalam mengajukan penawaran harga oleh peserta tender. Namun dalam perkara a quo, tindakan Ferry Soelisthio yang memasukkan ketiga perusahaannya dan dua perusahaan lain dengan maksud untuk dapat memenuhi persyaratan sah jumlah peserta lelang sesuai dengan PP No. 6 Tahun 2006, telah menghilangkan unsure persaingan dalam tender ini. Hal ini dilakukan atas dasar saran dari Panitia yang meminta Ferry soelisthio untuk mencari pendamping agar syarat sah peserta tender dapat terpenuhi. Sehingga walaupun tender dilakukan dengan pelelangan umum, tetapi prinsip kompetisi dalam tender telah diabaikan.

Nama    : Gina Firdiani
NPM      : 23211071
Kelas     : 2EB08
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar