OLEH : DR. ANA MARIA TRI
ANGGRAINI, S.H., M.H.
2. Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2004 tentang
Divestasi Dua Unit Tanker Very Large Crude Carrier PT. Pertamina
Perkara
kasus penjualan dua unit tanker VLCC Nomor Hull 1540 dan 1541 milik PT
Pertamina (selanjutnya divestasi VLCC) pada awalnya dilakukan oleh KPK sejak
tahun 2004 karena adanya dugaan korupsi. Namun sebelum KPK menyelesaikan
penyelidikannya, KPPu telah memutus bersalah adanya praktik diskriminasi
terhadap pelaku usaha tertentu dan persekongkolan tender oleh para pihak yang
terlibat dalam divestasi VLCC.
KPPU
melakukan pemeriksaan terhadap divestasi VLCC berdasarkan laporan ke KPPU
tanggal 29 Juni dan 9 Juli 2004, terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dalam proses tender
divestasi VLCC yang dilakukan oleh PT Pertamina (Terlapor I), Goldman Sachs
(Terlapor II), Frontline, Ltd (Terlapor III), PT Corfina Equinox (Terlapor IV), dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox
(Terlapor V). indikasi yang dilaporkan adalah : Pertama, penunjukan Goldman
Sachs sebagai financial advisor dan arranger tidak dilakukan melalui proses
terbuka. Kedua, tidak ada urgensi yang dapat membenarkan penunjukan langsung
Goldman Sachs. Ketiga, proses penentuan pemenang divestasi VLCC ditetapkan
melalui penilaian yang tidak jelas dan tidak konsisten.
Penunjukan
konsultan (financial advisor dab arranger) divestasi VLCC menjadi embrio
persekongkolan tender. Pada saat Goldman Sachs ditunjuk sebagai financial
advisor dan arranger, Pertamina telah mempunyai konsultan untuk divestasi VLCC yaitu PT Bahana Securities. Pada 23
Maret 2004, Japan Marines memenangkan tender sebagai konsultan studi kelayakan.
Namun pada 10 Mei 2004, PT Bahana Securities diberhentikan dari tugasnya.
Pemberhentian tersebut diduga berkaitan dengan penunjukan Goldman Sachs sebagai
financial advisor dan arranger pada 23 April 2004.
Penunjukan
Goldman Sachs tersebut tidak melalui tender karena adanya alas an mendesak.
Definisi “keadaan mendesak” menurut Bab IV huruf A angka 3 huruf C angka 10 SK
077 adalah pekerjaan yang sifatnya mendadak ( di luar rencana ) yang apabila
tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kerugian lebih besar. Pada April 2004,
berdasarkan rekomendasi yang diberikan Goldman Sachs, Direksi Pertamina
memutuskan untuk menjual secara putus dua unit VLCC dan membentuk Tim
Divestasi. Goldman Sachs kemudian mengundang 43 potential bidder. Pembukaan bid
pertama dilakukan di kantor Goldman Sachs (Singapura) pada 25 Mei 2004 dengan
dihadiri seluruh peserta, Pertamina, ketua dan beberapa anggota Tim Divestasi
Pertamina, serta notaris. Setelah penawaran pertama, dilakukan enhancement bid
dengan batas waktu paling lambat 7 Juni 2004 pukul 13.00 waktu Singapura.
Pembukaan enhancement bid dilakukan pada waktu tersebut tanpa dihadiri oleh Tim
Divestasi Pertamina. Harga penawaran dari shortlisted bidder adalah Essar US$
183,5 juta, Frontline US$ 178 juta, dan OSG US$ 170 juta. Dan setelah melalui
beberapa proses, Pertamina tetap memutuskan Frontline sebagai pemenang tender
Divestasi VLCC.
Perkara
tersebut oleh KPPU dianggap merupakan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5
Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender. Jika ditinjau secara sempit maka
tender divestasi VLCC tiddak termasuk dalam cakupan pengertian tender, karena
hal tersebut merupakan kegiatan penjualan barang dan buka keegiatan tender
pengadaan barang dan jasa. Tender divestasi VLCC juga tidak termasuk dalam
Keppres No 80/2003, karena pelaksanaannya tidak menggunakan biaya APBN/APBD.
Penafsiran luas istilah tender bahwa divestasi VLCC termasuk dalam kategori
tender, dimana Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 memberikan batasan luas
tentang istilah tender.
3.
Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2007 tentang Lelang
Pembangunan Mall di Kota Prabumulih Tahun 2006
Perkara
bermula dari adanya lelang pembangunan Mall di Kota Prabumulih tahun 2006, yang
melibatkan PT Makmur (Terlapor I), PT
Sungai Musi Perdana (Terlapor II), PT Putra Prabu (Terlapor III), PT Makasar
Putra Perkasa (Terlapor IV), PT Alexindo Sekawan (Terlapor V), PT Lematang
Sentana (Terlapor VI), dan Ketua Panitia Lelang Barang/Jasa Pembangunan
Mall Kota Prabumulih (Terlapor VII).
KPPU kemudian melakukan pemeriksaan, dimana berdasarkan pemeriksaan
tersebut ditemukan bahwa sebelum
diaadakannya pelelangan, Terlapor I deengan pemiliknya Ferry Soelisthio
merupakan satu-satunya pserta lelang yang melakukan pemaparan/presentasi kepada
Plt. Walikota terkait dengan rencananya untuk pembanguna Mall. Berdasarkan
saran dari Terlapor VII yang mengacu pada ketentan PP No. 06 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Terlapor I diminta untuk mencari perusahaan
lainnya sebagai peserta pendamping agar jumlah peserta yang mendaftar dapa
memenuhi persyaratan yang sah, yaitu minimal 5 perusahaan yang mendaftar. Untuk
keperluan tersebut, Terlapor I kemudian memasukkan ketiga perusahaannya, yaitu
Terlapor II, Terlapo III, dan Terlapor IV. Selain ketiga perusahaannya,
Terlapor I juga memasukkan Terlapor V dan Terlapor VI untuk menjadi peserta
lelang. Ferry Soelisthio juga sudah menjual rencana kios-kios kepada para
pedagang dari Prabumulih maupun dari Palembang atas nama rekening Terlapor III.
Tindakan ini merupakan tindakan yang memastikan bahwa salah satu perusahaan
milik Ferry Soelisthio adalah pemenang dalam tender tersebut. Dalam
pemeriksaan, ditemukan juga bahwa Ferry Soelisthio meminta Freddy Effendy untuk
mewakili Alex suherman ( Direktur PT. Alexindo Sekawan ) dan Andy mewakili
Jusuf Chandra ( Direktur dan Pemilik PT. Lematang Sentana ) yang berperan
sebagai pendamping PT. Prabu Makmur. Jusuf Chandra mengaku tidak pernah
mengikuti lelang. Semua dokumen penawaran PT. Lematang Sentana sebagian ada
yang dipalsukan, dan Alex Suherman juga pernah meminjam dokumen perusahaan
tersebut berisi company profile, SBU, SIUP, dan dokumen lainnya.
Pada
21 November 2006, setelah dilakukan evaluasi dokumen terhadap enam peserta
lelang, terdapat 6 peserta yang dinyatakan tidak lolos evaluasi administrasi,
yaitu PT TRP, PT Alexindo Sekawan, PT MPP, dan PT Lematang Sentana. Pada 30
November 2006, panitia mengumumkan PT. Prabu makmur sebagai pemenang lelang
pekerjaan pembangunan Mall Kota Prabumulih. Panitia kemudian melakukan lelang
untuk memilih investor guna pembangunan Pasar Modern Prabumulih. Dalam hal ini,
Pemda akan menyerahkan tanahnya kepada investor untuk didirikan mall diatasnya,
dan pihak investor mendapatkan hak untuk menyewa unit-unit mall tersebut,
sementara Pemda akan menerima kontribusi setiap tahunnya selama 25 tahun.
Tender ditujukan kepada investor untuk mengajukan penawaran harga dalam rangka
pembanguna mall, yaitu untuk membangun mall dan mengoperasikannya dalam kurun
waktu tertentu dengan memberikan kontribusi kepada Pemda selama kurun waktu
tersebut. Tender dibuktikan dengan adanya pengumuman lelang pembangunan mall
oleh Panitia, dan adanya penawaran dari 7 perusahaan yang mendaftar dan
mengambil dokumen penawaran serta memasukkan dokumen penawaran yaitu PT MPP, PT
SMP, PT PM, PT TRP, PT LS, PT AS, dan PT PP.
Pasal
7 ayat (1) Keppres No. 80/2003 telah menetapkan secara limitative ruang lingkup
berlakunya keppres ini, antara lain adalah untuk pengadaan barang / jasa yang
pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibeankan kepada APBN/APBD. Mengacu pada
hal tersebut, maka tender pembangunan mall di Kota Prabumulih harus sesuai
dengan ketentuan keppres tersebut. Dalam Keppres No. 80/2003 disebutkan bahwa
system pengadaan barang/jasa dapat dilakukan dengan metode pelelangan umum,
pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Dalam Pedoman
Pasal 22, selain metode-metode tersebut, tender juga dapat dilakukan melalui
tender terbuka ddan tender terbatas.
Dalam
pelaksanaan tender Mall Prabumulih, terdapat perlakuan diskriminatif oleh
Panitia, yaitu dengan menyatakan tidak sah surat penawaran PT Putra Prabu
karena adanya perbedaan nilai penawaran dalam angka dan huruf, padahal surat
penawaran PT TRP yang juga terdapat perbedaan nilai penawaran, namun tidak
digugurkan. Selain itu, tidak ada ketentuan dalam RKS yang menyatakan bahwa
dalam pembukaan dokumen sudah dapat menggugurkan peserta, Panitia mengugurkan
PT Putra Prabu karena hanya berdasarkan kebiasaan. Tindakan Panitia yang
menggugrkan PT Putra Prabu menyebabkan terjadinya potensi kerugian pendapatan
Pemerintah Kota Prabumulih sebesar 87,5 Milyar Rupiah yang berasal dari selisih
kontribusi PT Putra Prabu dengan PT Prabu Makmur selama 25 tahun.
Tujuan
Tender adalah untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga dan kondisi yang
paling menguntungkan. Harga yang paling menguntungkan ini termasuk harga
terendah atau harga tertinggi. Tender dalam perkara Prabumulih masuk dalam
kedua harga tersebut, dimana penawaran yang paling menguntungkan ( harga
terbaik ) dalam memeborong suatu pekerjaan adalah penawwaran terendah yang
ditawarkan peserta tender, dan harga yang paling menguntungkan dalam
mkontribusi yang dapat diberikan adalah penawaran tertinggi. Harga terbaik
diperoleh apabila ada persaingan dalam mengajukan penawaran harga oleh peserta
tender. Namun dalam perkara a quo, tindakan Ferry Soelisthio yang memasukkan
ketiga perusahaannya dan dua perusahaan lain dengan maksud untuk dapat memenuhi
persyaratan sah jumlah peserta lelang sesuai dengan PP No. 6 Tahun 2006, telah
menghilangkan unsure persaingan dalam tender ini. Hal ini dilakukan atas dasar
saran dari Panitia yang meminta Ferry soelisthio untuk mencari pendamping agar
syarat sah peserta tender dapat terpenuhi. Sehingga walaupun tender dilakukan
dengan pelelangan umum, tetapi prinsip kompetisi dalam tender telah diabaikan.
Sumber : http://www.kppu.go.id
Nama : Gina Firdiani
NPM : 23211071
Kelas : 2EB08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar