Selasa, 30 April 2013

REVIEW JURNAL : IMPLEMENTASI HUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT SEBAGAI SUMBANGSIH DALAM PEMBANGUNAN DI INDONESIA



PENGARANG : AZWAR PAKAYA

TANTANGAN PEMERINTAH DI ERA REFORMASI

Konsep kepentingan nasional pada era reforrmasi wajib dituangkan dalam butir-butir kebijakan (policy) yang lebih transparan dan menampung aspirasi public secara lebih luas (Drajat, 2001:9). Apa yang terjadi dalam kurun waktu 64 tahun Indonesia merdeka merupakan eksperimentasi dari berbagai tafsir ekonomi yang terkadang condong kepada etatisme dan dalam kesempatan lain condong  free market economy. Dengan demikian dapat dikatakan pemimpin kita telah gagal dalam merumuskan system ekonomi Pasal 33 UUD 1945.
Pada aman era orde baru mengklaim bahwa apa yang dilakukan dalam kegiatan ekonomi pada saat itu merupakan pengejawantahan dari system ekonomi sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Dalam kurun waktu 30 tahun era orde baru  berkuasa, sitem ekonomi kita dijalankan dengan tafsiran kepada free market economy yang disana-sini disubversi oleh distorsi berupa KKN. Persaingan ekonomi didorong , tetapi lisensi khusus dan intervensi Negara juga terjadi, sehingga tatanan ekonomi menjadi rapuh tidak berdaya. Ekonomi dijalankan oleh kelas pengusaha yang berusaha berkompetisi dengan fair, tetapi sekaligus berhadapan dengan kelas pengusaha yang menggurita secara menakjubkan karena proteksi, lisensi, dan fasilitasi khusus seperti yang kita lihat pada sector perminyakan, telekominikasi, ototmotif, semen dan cengkih, transportasi, infrastruktur dan lain sebagainya.
Melihat kenyataan yang ada dimana paket deregulasi hukum yang dikeluarkan selama ini menunjukkan konsep reformasi ekonomi justru seemakin tidak jelas. Deregulasi hukum yang dikeluarkan tergantung pada kebutuhan pasar, tetapi juga sering tergantung pada kepentingan bisnis sekelompok orang tertentu  yang bisa saja punya hubungan dengan pemilik kekuasaan. Kesemrawutan dalam paket deregulasi hukum yang terjadi, namun pada kenyataannya tetap saja telah membawa pemerintah untuk meratifikasi berbagai traktat internasional mengenai ekonomi seperti GATT, GATS, TRIMs, dan TRIPs sebagai tindak lanjut dari keanggotaan Indonesia pada WTO.
Dalam menumbuhkan dan memperluas konsep ekonomi yang melarang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bagi para pengusaha nasional yang sesuai dengan tema ekonomi kerakyatan, akan berhadapan dengan berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi. Kendala atau tantangan tersebut antara lain, berupa : Pertama, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang terus-menerus. Kedua, Masalah Birokrasi. Ketiga, Kredit dan Fasilitas Negara. Keempat, Timbunan Hutang. Kelima, Pasar Domestik dan Internasional.
 Kenyataannya bahwa struktur dunia usaha kita sangat didominasi oleh perusahaan berskala besar dan raksasa. Hal ini tidak lain karena ada kedekatan dengan pengambilan kebijakan yakni pemegang kekuasaan.

KUALITAS HUKUM YANG DIPERLUKAN

Ada beberapa pendapat para ahli yang menyatakan bahwa ke depan ada 3 faktor yang sangat potensi berpenagruh terhadap iklim persaingan bisnis yakni : Pertama, Pesatnya Perkembangan Teknologi. Kedua, Peenegakan Hukum Persaingan Sehat. Ketiga, Perlindungan Konsumen.
Pemerintah paling tidak memberikan respon positif dalam bidang perekonomian bahkan tidak bersifat sepihak, artinya pemerintah terlalu ikut campur dalam memberikan berbagai fasilitas kemudahan bahkan pelaku usaha seringkali dimanjakan. Akibatnya banyak pelaku usaha melakukan praktek-praktek monopoli  alam melakukan kegiatan usaha, sekaligus konsumen kurang mendapat perlindungan.
Pada asasnya untuk melihat dan mengukur kualitas hukum yang dihasilkan oleh pemerintah menghadapi praktek ekonomi, maka dua paket kebijakan perundang-undangan yakni  UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menjadi tolak ukur penilaian. Di Indonesia intervensi pemerintah melalui hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari implementasi Negara kesejahteraan, karena UUD 1945 di samping sebagai konstitusi politik juga disebut konstitusi ekonomi, yaitu konstitusi yang mengandung ide Negara kesejahteraan yang tumbuh dan berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad ke 19.
Kehadiran UU No 8 Tahun 1999 membawa dampak positif yakni untuk mendukung dan meningkatkan harkat dan martabat konsumen, yang pada intinya menawarkan dua strategi dasar untuk mencapainya yakni di satu sisi melalui upaya pemberdayaan konsumen, yang ditempuh dengan cara meningkatkan pengetahuan, kesadaran kepedulian, kemampuan dan kemandirisn konsumen untuk melindungi dirinya sendiri, sedangkan di sisi lain ditempuh melalui upaya untuk menciptkan dan mendorong iklim usaha yang sehat.
Ketika UU No 5 Tahun 1999 digodokdan dibahas di DPRD RI, yang berkembang pada saat itu dimasyarakat adalah perasaan anti monopoli.  Kehadiran UU No 5 Tahun 1999 membawa dampak positif lain yakni terciptanya pasar yang tidak mengenal perbedaan, sehingga peluang usaha yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini memaksa para pelau usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasukan produk yang lebih baik dan kompetetif. Hal ini berartii secara tidak langsung kehadiran UU No 5 Tahun1999 akan memberikan keuntungan bagi komsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang lebih baik.
Adapun institusi yang diberikan kewenangan oleh Negara untuk melakukan penegakan hukum kepada persaingan usaha adalah Komisi Persaingan Usaha ( KPPU ). Institusi atau lembaga ini diberi kewenangan berdasarkan undang-undang. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh UU No 5 Tahun 1999 itu sendiri.

PENUTUP

Berdasarkan pada pengalaman krisis ekonomi tahun1998, rasanya kita sepakat bahwa apapun system dan model ekonomi yang kita akan pakai, pembangunan ekonomi kita harus didasrakan dan tergantung antara lain pada dua hal pokok ini sepanjang masih berlaku di Indonesia maka cita-cita untuk mewujudkan asas kekeluargaan rasanya sangat sulit diwujudkan.
Dengan berlakunya UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan ditambah juga kehadiran UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka pelaku usaha untuk selalu berusaha secara kompetetif dalam dunia usaha dan tidak akan mengorbankan pihak konsumen. Hal-hal yang pernah terjadi dalam praktek di masa lalu terutama dalam hal monopoli diharapkan tidak akan terjadi lagi.
Kehadiran UU No 5 Tahun 1999 ditujukan untuk memberikan jaminan dalam proses persaingan, maka pelaku usaha harus menyesuaikan dengan ketentuan yang ada, jika tidak praktek yang pernah terjadi di masa lalu akan terulang kembali. Konsekuensi dari hal tersebut akan menyebabkan kualitas hukum dari UU No 5 Tahun1999 tersebut tidak ada jaminan kepastian hukum, keadilan dan bahkan juga kemanfaatan. Dengan demikian cita-cita untuk mewujudkan dunia ekonomi yang tetap berlandaskan prinsip-prinsip Pasal 33 UUD 1945 yakni asas kekeluargaan hanya akan menjadi keinginan di atas kertas.

DAFTAR PUSTAKA

Drajat, Ben Perkasa, 2001, Tantangan Diplomasi Di Era Reformasi; Dalam Demokratisasi Dan                                                          Otonomi, Mencegah Disintegrasi Bangsa, Debat Publik Seputar Reformasi Kehidupan Bangsa, Cetakan Kedua. PT Kompas. Jakarta.
Fuady, Munir, 1999, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek. Citra Aditya Baktii. Bandung.
Hartini, Rahayu, 2006, Hukum Komersial, Cetakan Kedua, UMM Pres. Universitas Muhamadiyah Malang. Malang.
Hendardi, 2001, Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (KKN), Cetakan Kedua Februari. Kompas. Jakarta.
Jepma, Catrinus dan Andre Rhoen, 1996, International Trade A Business Prespective. Longman. New York.
Karen, S. Fishman, 1986, An Overview Of Consumer Law, dalam Donald P Rotschild dan David W Carrol, Consumer Protection Reporting Service, Volume One. Maryland.
Mulya Lubis, Todung, 2001, Reformasi Hukum Ekonomi: Harmonisasi dan Internasionalisasi, Cetakan Kedua Kompas. Jakarta.
Rajagukguk, Erman, 2000, Peranan Hukum Di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi Dan Memperluas Kesejahteraan Sosial. “ Pidato Disampaikan Dalam Rangka Dies Natalis dan Peringatan Emas Universitas Indonesia (1950-2000), Kampus UI. Depok Jakarta.
Saleh, Mohamad, 2005, Larangan Praktek Monopoli Terhadap Pelaku Usaha Dan Implikasi Bagi Konsumen, Makalah  Disampaikan Pada Diskusi Intern Dosen Bagian Hukum  Bisnis Fakultas Hukum Universitas Matarram. Mataram.
Silalahi, Pande Raja, 2004, Aspek Yang Menghambat Secara substantive Dan Prosedural UU No 5 Tahun 1999, Makalah Dalam Lokakarya UU No 5 tahun 1999 dan KPPU, Bulan September. Jakarta.
Suherman, Ade Maman, 2005, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Cetakan Kedua. PT Ghalia. Bogor.
Wibowo, Destivano dan Harjono Sinaga, 2005, Hukum Acara Persaingan Usaha, Raja Grafindo Persada. Jakarta
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 


Nama  : Gina Fidiani
NPM    : 23211071
Kelas    : 2EB08






REVIEW JURNAL : IMPLEMENTASI HUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT SEBAGAI SUMBANGSIH DALAM PEMBANGUNAN DI INDONESIA

PENGARANG : AZWAR PAKAYA

ABSTRAK
Krisis ekonomi berdampak pada krisis di segala bidang, diawali dari praktek kegiatan ekonomi yang tidak sehat. Kompetisi yang dihadapi oleh pelaku ekonomi di abad ke 21 adalah kompetisi yang serba global.
Dalam menumbuhkan dan memperluas konsep ekonomi yang melarang praktek monopoli dan persaingan tidak sehat bagi para pengusaha nasional sesuai dengan tema ekonomi kerakyatan, akan berhadapan dengan berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi. Kendala atau tantangan tersebut antara lain, berupa : Pertama, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang terus-menerus. Kedua, Masalah Birokrasi. Ketiga, Kredit dan Fasilitas Negara. Keempat, Timbunan Hutang. Kelima, Pasar Domestik dan Internasional.
Dengan implementasi berdasarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan UU No 8 Tahun 1999  tentang Perlindungan Konsumen, maka pelaku usaha untuk selalu berusaha secara kompetitif dalam dunia usaha dan tidak akan mengorbankan pihak konsumen.

PENDAHULUAN
Dalam perkembangan dunia ekonomi saat ini, ada dua isu penting yag kiranya menarik untuk dikaji dan dibahas, yakni praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, yang keduanya merupakan permasalahan dunia ekonomi yang seharusnya mendapat tempat tersendiri dalam pengaturan hukum kita. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan globalisasi. Dimana suatu system ekonomi suatu Negara akan terdesak dan kalah  dari Negara lain.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perkenomian Negara kita pada zaman orde lama dan orde baru yang sangat bergantung pada Negara lain, yaitu Belanda, Jepang, AS dan lain sebagainya. Impas dari ketergantungan tersebut adalah adanya tekanan-tekanan dalam berbagai bidang. Hasilnya adalah Indonesia tidak berdaya terhadap intervensi yang diberikan Negara-negara yang selalu setiap saat memberikan bantuannya kepada Indonesia. Puncaknya adalah ketika tahun 1998 terjadi krisis ekonomi global di Indonesia, dikarenakan Negara-negara yang memberikan bantuan ke Indonesia tidak lagi memberikan dan menarik diri. Akibatnya Indonesia yang terbiasa dengan bantuan tersebut mengalami keguncangan ekonomi yang luar biasa dan berimpas pada proses pergantian rezim kekuasaan dari orde baru ke era reformasi.
Sesungguhnya kalau kita renungkan bahwa krisis ekonomi yang berdampak pada krisis diseegala bidang, tidaka lain dikarenakan praktek ekonomi yang tidak sehat. Dapat dikatakan bahwa ketergantungan pada Negara lain merupakan suatu peluang ke arah bisnis ekonomi yang tidak baik. Hal ini disebabkan karena pelaku ekonomi hanya itu-itu saja dan akan menimbulkan tingkat egoism yang tinggi dan praktek monopoli yang tidak sehat yang pada akhirnya berimbas pada dunia persaingan ekonomi yang tidak sehat.
Harus diakui bahwa kompetisi yang dialami pelaku ekonomi di abad ke 21 adalah kompetisi yang serba global. Bahwa dapat dikatakan pasar dalam negeri saja seperti pasar-pasar domestik termasuk dalam pasar global, krena menang atau kalahnya produk dalam pasar tersebut terkait dengan persaingan yang terjadi dalam pasar global. Akibatnya organisasi bisnis paling kecilpun menuntut pengelolaan kelas global pula.
Pada dasarnya arus globalisasi tidak hanya dipicu oleh persaingan pasar, tetapi juga interpendensi global yang baru, seperti makin dominannya lembaga-lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.Secara ekonomi kedaulatan Negara terkikis. Persaingan global bermakna tantangan efisiensi dan daya saing yang makin beragam dan rumit. Acuan efisiensi dan daya saing bangsa tak lain dari dinamika persaingan pasar global yang terbuka dan terbebas. Hal ini menyebabkan pemerintah dan para pelaku eonomi tidak memiliki alternative lain kecuali memberantas sumber-sumber ekonomi biaya tinggi seperti egoism sektoral, monopoli, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan KKN.
Politik hukum ekonomi kita haruslah mengacu pada rumusan pasal 33 UUD 1945, dimana dijelaskan bahwa perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan masyarakat dikuasai oleh Negara, serta semua kekayaan alam dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat banyak.

HAKEKAT PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, disebutkan bahwa monopoli adalah  suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemassaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Sementara yang dimaksud dengan persaingan tidak sehat adalah persaingan persaingan antar pelaku usaha ddalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara atau tidak jujur melawan hukum atau menghambat persaingan usaha ( Hartini, 2006 : 190)
Pada dasarnya kegiatan yang dilarang oleh UU No 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, adalah berupa : Pertama, Kegiatan Monopoli, Kedua, Kegiatan Monopsoni, Ketiga, Penguasaan Pasar, Keempat, persekongkolan.
Pertama, Kegiatan Monopoli. Dalam hal ini pelaku usaha dilarang melakukan praktik monopoli karena akan menimbulkan persaingan tidak sehat, mengendalikan harga seenaknya, yang akhirnya konsumen akan terabaikan. Dalam UU No 5 Tahun 1999 telah dirumuskan beberapa kriteria kegiatan monopoli yakni :
1)    Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persingan tidk sehat.
2)    Pelaku usaha yang diduga atau dianggap melakukan pengusaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
a.      Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
b.   Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang atau jasa yang sama;
c.     Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Kedua, Kegiatan Monopsoni. Dalam ketentuan Pasal 18 UU No 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan prraktik monopsoni, yaitu :
1)   Pelaku usaha dilarang melakukan, menguassai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang ddan jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2)  Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dianggap dalam ayat (1) apabila satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Ketiga, Kegiatan Penguasaan Pasar. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lain yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berupa:
1)   Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
2)   Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha persaingan itu;
3)      Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
4)      Melakukan praktik diskriminasi tehadap pelaku usaha tertentu ( Pasal 19 No 5 Tahun 1999 ).
Keempat, Kegiatan Persekongkolan. Beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh undang-undang adalah sebagai berikut ;
1)  Pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;
2)  Pelaku usaha besekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan;
3)  Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun kecepatan waktu yang dipersyaratkan.


Nama    : Gina Fidiani
NPM     : 23211071
Kelas     : 2EB08