Sabtu, 04 Mei 2013

REVIEW JURNAL 6 : " IMPLEMENTASI PERLUASAN ISTILAH TENDER DALAM PASAL 22 UU NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT"

OLEH : DR. ANA MARIA TRI ANGGRAINI, S.H., M.H.

C. DASAR HUKUM PENETUAN PERLUASAN ISTILAH TENDER

Cakupan pengertian tender dalam Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa. Dalam perkara Indomobil, objek yang ditenderkan adalah saham dan convertibles bonds, dimana hal itu bukan termasuk dalam pengertian tender, karena saham bukan merupakan barang dan atau jasa. Adapun dalam perkara VLCC objek yang ditenderkan adalah divestasi/pejualan dua kapal VLCC milik pertamina. Sementara itu, objek yang ditenderkan dalam perkara Prabumulih adalah pembangunan Mall di Kota Prabumulih. Keseluruhan penjualan dan atau pemelian objek di atas, dengan cara tender dan/atau pelelangan umum.
Dalam Pedoman Pasal 22, KPPU menggunakan frasa ‘Persekongkolan dalam tender’ bukan ‘persekongkolan tender’. Pencantuman kata ‘dalam’ tersebut memberikan penekanan bahwa KPPU bermaksud menegaskan persekongkolan yang dinilai melanggar Pasal 22 adalah persekongkolan yang terjadi di dalam proses tender. Maksud digunakannya istilah ‘ Persekongkolan dalam tender’ dapat diketahui dari pernyataan dalam Pedoman Pasal 22 berikut:
“ Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain usaha produksi dan usaha distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (tender collusive) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut… Perseongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan prroses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender.”
Terdapat tiga terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan penyediaan, artinya dalam tender suatu pekerjaan meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Dalam kamus hukum, tender adalah memborong pekerjaan / menyuruh pihak lain mengerjakan atau memborong pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan, sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan. Berdasarkan Keppres 80/2003, ada 4 metode pengadaan barang dan jasa yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Sedangkan pengadaan jasa konsultansi, dilakukan dengan metode seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi langsung, dan penunjukan langsung.
Berdasarkan hal di atas, KPPU telah memperluas kata ‘tender ‘ dengan menyamakannya dengan pengertian lelang. Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang / jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik. Pengertian ini kemudian dijadikan bentuk operasional pelaksanaan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang ada di lapangan, di mana tender mencakup tawaran mengajukan harga untuk :
·         Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan
·         Mengadakan barang dan atau jasa
·         Membeli suatu barang dan atau jasa
·         Menjual suatu barang dan atau jasa
KPPU menetapkan bahwa cakupan dasar penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 addalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui tender terbuka, tender terbatas, pelelangan umum, dan pelelangan terbatas, serta pemilihan langsung dan penunjukan langsung. KPPU berpendapat bahwa tender merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok tender, yaitu memperoleh penawaran harga terendah atas barang dan jasa dengan kualitas terbaik dalam kegiatan tender pembelian dan atau memperoleh harga tertinggi dalam tender penjualan.

D. PENUTUP

Istilah tender dalam implementasinya mengalami perkembangan tidak hanya mencakup pengertian tender yang terdapat dala Pasal 22 UU No. 5 / 1999. Tender tidak hanya diartikan sebagai tawaran mengajukan harga  untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Hal ini tergantung dalam Pedoman Pasal 22 UU No. 5 / 1999, di mana istilah tender  disamakan dengan pengertian lelang. Berdasarkan contoh-contoh kasus yang dianalisis persekongkolan tender tidak hanya   terlihat secara fisik, melainkan juga meliputi penjualan saham, penjualan kapal, dan pemilihan investor untuk membangun suatu properti. Keppres No. 80/2003 telah mengatur prinsip dasar dalam pengadaan barang / jasa.
Sejalan dengan hal tersebut, KPPU telah menetapkan beberapa prinsip dasar dalam pelasanaan tender, meliputi transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negoisasi yang adil, akuntabilitas, proses penilaian, serta non-diskriminatif. Adanya penyimpangan terhadap prinsip-prinsip tersebut merupakan indikasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sesuai dengan Pasal 25 huruf b dan pasal 36 UU No. 5 /1999, merupakan jurisdiksi KPPU untuk menilai, membuktikan dan memutuskan ada tidaknya persekongkolan dalam suatu tender. Sebagai pelaksanaan ddari UU No. 5/ 1999 dan berdasrakan Pasal 35 huruf f UU tersebut, tugas KPPU adalah menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5 / 1999. Pedoman tersebut mengatur tentang peruasan istilah tender yang tidak hanya mencakup tender dalam Penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, melainkan juga meliputi tawaran harga untuk Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, Mengadakan barang dan atau jasa, Membeli suatu barang dan atau jasa, serta Menjual suatu barang dan atau jasa.

DAFTAR PUSTAKA

KPK Serahkan Kasus VLCC ke Kejagung”, Media Indonesia, 16 Juni 2007.
Aji, MQ Wisnu. Mencermati Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah : http://www.iman-nugraha.net/?p=126, 9 Juni 2008.
Anggraini, A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Anggraini, A. M. Tri. “Penegakan Hukum dan Sanksi dalam Persekongkolan Penawaran
Tender”, Jurnal Legalisasi, vol. 3 No.4, Desember, 2006.
Anggraini, A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Goldman Sachs: Pengambil Keputusan Ada di Pertamina : http://www.hukumonline.com/
detail.asp?id=12517&cl=berita. Diakses 14 Desember 2008.
Indonesia,
Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bagian “Menimbang”.
KPPU, Guideline Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender: http://www.kppu.
go.id/docs/guidline/pedoman_guidline_tender2312004.pdf, 10 November 2008. Dalam kamus lain, tender juga diartikan sebagai (1) Sebuah penawaran resmi untuk memasok atau membeli barang atau jasa. (2) Di Inggris, istilah ini digunakan untuk menyebutkan isu Treasury Bill mingguan: http://.forex.co.id/
Kamus/ketajaman-tender.htm. 10 November 2008.
KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender Berdasarkan
UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Jakarta: Cetakan ke-IV, 2007).
KPPU, Pedoman Pasal 22.
Krisanto, Yakub Adi. “Analisis Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU tentang Persekongkolan Tender”, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 24 Nomor II, 2005.
Krisanto, Yakub Adi. “Persekongkolan Tender & Korupsi dalam Kasus Divestasi VLCC
Pertamina”,
Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4, 2007, hal. 66.106
Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Krisanto, Yakub Adi. Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU tentang Persekongkolan Tender.
Krisanto, Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU dalam Mengembangkan Penafsiran
Hukum Persekongkolan Tender (Analisis Putusan KPPU terhadap Pasal 22 UU
No. 5 Tahun 1999 Pasca Tahun 2006), Jurnal Hukum Bisnis (Volume 27 – No.
3, 2008), hal. 66.
Krisanto, Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU.
Kriteria pelaksanaan tender pada dasarnya adalah harga penawaran tertinggi, dengan
disertai tiga kriteria lainnya, yaitu Acceptable Share Purchase Agreement, Proof
of Financing, dan Statement of Non-Affiliated With Salim.
Nurmadjito, Pakta Intergritas, Legal Review 28/TH III, Januari 2005. hal. 35. Lihat pula
“Keuangan Daerah: Pengadaan Barang Jasa Bisa jadi Sumber Korupsi”,
Kompas, 25 Februari 2006, hal. 27.
Putusan KPPU No. 07/KPPI-L/2002, Bagian Duduk Perkara.
Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-I/2002 tentang Tender Penjualan Saham PT IMSI.
Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2004 tentang Tender Penjualan Kapal VLCC PT
Pertamina.
Putusan KPPU Nomor: 15/KPPU-L/2007.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M. Tri Anggraini,
Op. Cit., hal. 19-20.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M.Tri Anggraini.
Ridwan Khairandy, “Analisis Putusan KPPU dan Pengadilan Negeri dalam Persekongkolan
Tender PT. Indomobil”,
Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 24 Tahun 2005).
Supaini, Elly. Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Kesehatan dan Kedokteran di RSUD
Kota Bekasi dan BRSD Cibinong Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi
Terhadap Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2005 dan Putusan KPPU No. 13/
KPPU-L/2005), Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Krisnadwipayana, Jakarta, 2008, hal. 42–43.
Tobing, Nelson B.L. Analisis Yuridis Persekongkolan Dalam Tender Penjualan 2 (Dua) Unit
Kapal Tanker (VLCC) Milik PT Pertamina (Persero): Studi Terhadap Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2004, Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 141.
Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.Jurnal Persaingan Usaha107 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi Universitas Indonesia, 2000).
Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,Loc.Cit.


REVIEW JURNAL 5 : " IMPLEMENTASI PERLUASAN ISTILAH TENDER DALAM PASAL 22 UU NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT



OLEH : DR. ANA MARIA TRI ANGGRAINI, S.H., M.H.

2.   Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2004 tentang Divestasi Dua Unit Tanker Very Large Crude Carrier PT. Pertamina

Perkara kasus penjualan dua unit tanker VLCC Nomor Hull 1540 dan 1541 milik PT Pertamina (selanjutnya divestasi VLCC) pada awalnya dilakukan oleh KPK sejak tahun 2004 karena adanya dugaan korupsi. Namun sebelum KPK menyelesaikan penyelidikannya, KPPu telah memutus bersalah adanya praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu dan persekongkolan tender oleh para pihak yang terlibat dalam divestasi VLCC.
KPPU melakukan pemeriksaan terhadap divestasi VLCC berdasarkan laporan ke KPPU tanggal 29 Juni dan 9 Juli 2004, terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dalam proses tender divestasi VLCC yang dilakukan oleh PT Pertamina (Terlapor I), Goldman Sachs (Terlapor II), Frontline, Ltd (Terlapor III), PT Corfina Equinox (Terlapor  IV), dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox (Terlapor V). indikasi yang dilaporkan adalah : Pertama, penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger tidak dilakukan melalui proses terbuka. Kedua, tidak ada urgensi yang dapat membenarkan penunjukan langsung Goldman Sachs. Ketiga, proses penentuan pemenang divestasi VLCC ditetapkan melalui penilaian yang tidak jelas dan tidak konsisten.
Penunjukan konsultan (financial advisor dab arranger) divestasi VLCC menjadi embrio persekongkolan tender. Pada saat Goldman Sachs ditunjuk sebagai financial advisor dan arranger, Pertamina telah mempunyai konsultan untuk divestasi  VLCC yaitu PT Bahana Securities. Pada 23 Maret 2004, Japan Marines memenangkan tender sebagai konsultan studi kelayakan. Namun pada 10 Mei 2004, PT Bahana Securities diberhentikan dari tugasnya. Pemberhentian tersebut diduga berkaitan dengan penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger pada 23 April 2004.
Penunjukan Goldman Sachs tersebut tidak melalui tender karena adanya alas an mendesak. Definisi “keadaan mendesak” menurut Bab IV huruf A angka 3 huruf C angka 10 SK 077 adalah pekerjaan yang sifatnya mendadak ( di luar rencana ) yang apabila tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kerugian lebih besar. Pada April 2004, berdasarkan rekomendasi yang diberikan Goldman Sachs, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus dua unit VLCC dan membentuk Tim Divestasi. Goldman Sachs kemudian mengundang 43 potential bidder. Pembukaan bid pertama dilakukan di kantor Goldman Sachs (Singapura) pada 25 Mei 2004 dengan dihadiri seluruh peserta, Pertamina, ketua dan beberapa anggota Tim Divestasi Pertamina, serta notaris. Setelah penawaran pertama, dilakukan enhancement bid dengan batas waktu paling lambat 7 Juni 2004 pukul 13.00 waktu Singapura. Pembukaan enhancement bid dilakukan pada waktu tersebut tanpa dihadiri oleh Tim Divestasi Pertamina. Harga penawaran dari shortlisted bidder adalah Essar US$ 183,5 juta, Frontline US$ 178 juta, dan OSG US$ 170 juta. Dan setelah melalui beberapa proses, Pertamina tetap memutuskan Frontline sebagai pemenang tender Divestasi VLCC.
Perkara tersebut oleh KPPU dianggap merupakan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender. Jika ditinjau secara sempit maka tender divestasi VLCC tiddak termasuk dalam cakupan pengertian tender, karena hal tersebut merupakan kegiatan penjualan barang dan buka keegiatan tender pengadaan barang dan jasa. Tender divestasi VLCC juga tidak termasuk dalam Keppres No 80/2003, karena pelaksanaannya tidak menggunakan biaya APBN/APBD. Penafsiran luas istilah tender bahwa divestasi VLCC termasuk dalam kategori tender, dimana Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 memberikan batasan luas tentang istilah tender.

3.       Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2007 tentang Lelang Pembangunan Mall di Kota Prabumulih Tahun 2006

Perkara bermula dari adanya lelang pembangunan Mall di Kota Prabumulih tahun 2006, yang melibatkan PT  Makmur (Terlapor I), PT Sungai Musi Perdana (Terlapor II), PT Putra Prabu (Terlapor III), PT Makasar Putra Perkasa (Terlapor IV), PT Alexindo Sekawan (Terlapor V), PT Lematang Sentana (Terlapor VI), dan Ketua Panitia Lelang Barang/Jasa Pembangunan Mall  Kota Prabumulih (Terlapor VII). KPPU kemudian melakukan pemeriksaan, dimana berdasarkan pemeriksaan tersebut  ditemukan bahwa sebelum diaadakannya pelelangan, Terlapor I deengan pemiliknya Ferry Soelisthio merupakan satu-satunya pserta lelang yang melakukan pemaparan/presentasi kepada Plt. Walikota terkait dengan rencananya untuk pembanguna Mall. Berdasarkan saran dari Terlapor VII yang mengacu pada ketentan PP No. 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Terlapor I diminta untuk mencari perusahaan lainnya sebagai peserta pendamping agar jumlah peserta yang mendaftar dapa memenuhi persyaratan yang sah, yaitu minimal 5 perusahaan yang mendaftar. Untuk keperluan tersebut, Terlapor I kemudian memasukkan ketiga perusahaannya, yaitu Terlapor II, Terlapo III, dan Terlapor IV. Selain ketiga perusahaannya, Terlapor I juga memasukkan Terlapor V dan Terlapor VI untuk menjadi peserta lelang. Ferry Soelisthio juga sudah menjual rencana kios-kios kepada para pedagang dari Prabumulih maupun dari Palembang atas nama rekening Terlapor III. Tindakan ini merupakan tindakan yang memastikan bahwa salah satu perusahaan milik Ferry Soelisthio adalah pemenang dalam tender tersebut. Dalam pemeriksaan, ditemukan juga bahwa Ferry Soelisthio meminta Freddy Effendy untuk mewakili Alex suherman ( Direktur PT. Alexindo Sekawan ) dan Andy mewakili Jusuf Chandra ( Direktur dan Pemilik PT. Lematang Sentana ) yang berperan sebagai pendamping PT. Prabu Makmur. Jusuf Chandra mengaku tidak pernah mengikuti lelang. Semua dokumen penawaran PT. Lematang Sentana sebagian ada yang dipalsukan, dan Alex Suherman juga pernah meminjam dokumen perusahaan tersebut berisi company profile, SBU, SIUP, dan dokumen lainnya.
Pada 21 November 2006, setelah dilakukan evaluasi dokumen terhadap enam peserta lelang, terdapat 6 peserta yang dinyatakan tidak lolos evaluasi administrasi, yaitu PT TRP, PT Alexindo Sekawan, PT MPP, dan PT Lematang Sentana. Pada 30 November 2006, panitia mengumumkan PT. Prabu makmur sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan Mall Kota Prabumulih. Panitia kemudian melakukan lelang untuk memilih investor guna pembangunan Pasar Modern Prabumulih. Dalam hal ini, Pemda akan menyerahkan tanahnya kepada investor untuk didirikan mall diatasnya, dan pihak investor mendapatkan hak untuk menyewa unit-unit mall tersebut, sementara Pemda akan menerima kontribusi setiap tahunnya selama 25 tahun. Tender ditujukan kepada investor untuk mengajukan penawaran harga dalam rangka pembanguna mall, yaitu untuk membangun mall dan mengoperasikannya dalam kurun waktu tertentu dengan memberikan kontribusi kepada Pemda selama kurun waktu tersebut. Tender dibuktikan dengan adanya pengumuman lelang pembangunan mall oleh Panitia, dan adanya penawaran dari 7 perusahaan yang mendaftar dan mengambil dokumen penawaran serta memasukkan dokumen penawaran yaitu PT MPP, PT SMP, PT PM, PT TRP, PT LS, PT AS, dan PT PP.
Pasal 7 ayat (1) Keppres No. 80/2003 telah menetapkan secara limitative ruang lingkup berlakunya keppres ini, antara lain adalah untuk pengadaan barang / jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibeankan kepada APBN/APBD. Mengacu pada hal tersebut, maka tender pembangunan mall di Kota Prabumulih harus sesuai dengan ketentuan keppres tersebut. Dalam Keppres No. 80/2003 disebutkan bahwa system pengadaan barang/jasa dapat dilakukan dengan metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Dalam Pedoman Pasal 22, selain metode-metode tersebut, tender juga dapat dilakukan melalui tender terbuka ddan tender terbatas.
Dalam pelaksanaan tender Mall Prabumulih, terdapat perlakuan diskriminatif oleh Panitia, yaitu dengan menyatakan tidak sah surat penawaran PT Putra Prabu karena adanya perbedaan nilai penawaran dalam angka dan huruf, padahal surat penawaran PT TRP yang juga terdapat perbedaan nilai penawaran, namun tidak digugurkan. Selain itu, tidak ada ketentuan dalam RKS yang menyatakan bahwa dalam pembukaan dokumen sudah dapat menggugurkan peserta, Panitia mengugurkan PT Putra Prabu karena hanya berdasarkan kebiasaan. Tindakan Panitia yang menggugrkan PT Putra Prabu menyebabkan terjadinya potensi kerugian pendapatan Pemerintah Kota Prabumulih sebesar 87,5 Milyar Rupiah yang berasal dari selisih kontribusi PT Putra Prabu dengan PT Prabu Makmur selama 25 tahun.
Tujuan Tender adalah untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan. Harga yang paling menguntungkan ini termasuk harga terendah atau harga tertinggi. Tender dalam perkara Prabumulih masuk dalam kedua harga tersebut, dimana penawaran yang paling menguntungkan ( harga terbaik ) dalam memeborong suatu pekerjaan adalah penawwaran terendah yang ditawarkan peserta tender, dan harga yang paling menguntungkan dalam mkontribusi yang dapat diberikan adalah penawaran tertinggi. Harga terbaik diperoleh apabila ada persaingan dalam mengajukan penawaran harga oleh peserta tender. Namun dalam perkara a quo, tindakan Ferry Soelisthio yang memasukkan ketiga perusahaannya dan dua perusahaan lain dengan maksud untuk dapat memenuhi persyaratan sah jumlah peserta lelang sesuai dengan PP No. 6 Tahun 2006, telah menghilangkan unsure persaingan dalam tender ini. Hal ini dilakukan atas dasar saran dari Panitia yang meminta Ferry soelisthio untuk mencari pendamping agar syarat sah peserta tender dapat terpenuhi. Sehingga walaupun tender dilakukan dengan pelelangan umum, tetapi prinsip kompetisi dalam tender telah diabaikan.

Nama    : Gina Firdiani
NPM      : 23211071
Kelas     : 2EB08