Masa Kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur
massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing
dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Mungkin ini mendasari
kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi
investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah
melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi
masyarakat kecil diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya,
program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih
banyak kekurangan disana-sini. Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia
melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini,
maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
Namun, selama masa pemerintahan SBY,
perekonomian Indonesia memang berada pada masa keemasannya. Indikator yang
cukup menyita perhatian adalah inflasi.Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil
ditekan pada single digit. Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun
2009. Tagline strategi pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job,
dan pro growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro environment) benar-benar
diwujudkan dengan turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun 2005,
menjadi 31,02 juta orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah
lepas dari jerat kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas
dari strategi SBY yang pro growth yang mendorong pertumbuhan PDB. Imbas dari
pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah peningkatan konsumsi masyarakat yang
memberikan efek pada peningkatan kapasitas produksi di sector riil yang tentu
saja banyak membuka lapangan kerja baru. Memasuki tahun ke dua masa
jabatannya, SBY hadir dengan terobosan pembangunannya berupa master plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3 EI). Melalui
langkah MP3EI, percepatan pembangunan ekonomi akan dapat menempatkan Indonesia
sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara UsS
14.250-USS 15.500, dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USS
4,0-4,5 triliun.
Pemerintah
khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1. BI rate
Nilai tukar
3 Operasi
moneter
4 Kebijakan
makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas
modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi
diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara
yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat
Indonesia.Hampir tujuh tahun sudah ekonomi Indonesia di tangan kepemimpinan
Presiden SBY dan selama itu pula perekonomian Indonesia boleh dibilang tengah
berada pada masa keemasannya. Beberapa pengamat ekonomi bahkan berpendapat
kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan dengan 4 raksasa
kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal dengan nama BIRC (Brazil, Rusia,
India, dan China).Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin
membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara
superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru
mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun
2009.Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia internasional
dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pilihan tempat
berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil menembus
angka 3.800. Bahkan banyak pengamat yang meramalkan sampai akhir tahun ini IHSG
akan mampu menembus level 4000.Indonesia saat ini menjadi ekonomi nomor 17
terbesar di dunia. “Tujuan kami adalah untuk menduduki 10 besar. Kami sangat
optimistis karena IMF pun memprediksi ekonomi Indonesia akan mengalahkan
Australia dalam waktu kurang dari satu dekade ke depan,” tutur SBY dalam sebuah
acara.
SUMBER
: